Mengenai Saya

Foto saya
Hobby Travelling, Makan, Cita-Cita pengen kurus

Label

Senin, 30 April 2012

Sriyono Miliader Penjual Siomay Pink


                  Entah sudah berapa kali Hari Bebas Berkendaraan Bermotor di gelar di Jakarta; berapa ribu sepeda yang melintas. Diantara mereka hanya ada satu orang senantiasa dengan sabar hadir disana. Yah, dialah Sriyono, penjual siomay pink dengan sepeda unik bercat serba pink. Tidak hanya sepeda, tetapi juga pakaian. 

                 Sriyono, mantan miliader pemilik Siomay Senayan yang kembali menjadi seorang pedagang soimay keliling. Untuk kembali bangkit dan berharap dapat bertemu dengan kedua putrinya, ia menarik perhatian pembeli dengan cara berpenampilan eksentrik, yaitu dengan menggunakan atribut serba pink. Ternyata cara ini berhasil memperoleh banyak pembeli. Bahkan, Sriyono menjadi maskot Hari Bebas Berkendaraan Bermotor di Ibu Kota.

                  Sriyono, nama lengkap pria penjual siomay tersebut. Tahun 1969 ia merantau ke Jakarta untuk menjadi sales mobil. Kegemarannya akan siomay membuatnya bertekad untuk mempelajari cara membuat siomay dengan bekerja kepada seorang pedagang siomay keturunan Bangka. Setahun lamanya ia bekerja tanpa bayaran. Saat pengusaha tersebut meninggal, Sriyono mengambil alih usaha siomay-nya karena pengusaha tersebut tidak memiliki ahli waris. Tahun 1980-an pria kelahiran 21 Juli 1954 ini memberanikan diri berdagang siomay keliling melalui cara berpatungan dengan teman-teman bisnisnya.

                Berhasil Usahanya kemudian berkembang dengan pesat, mulai dari armada sepeda siomay keliling, kemudian mampu membuka warung dan puncaknya pada tahun 1996 berhasil membuka outlet di Mall Plaza Senayan, Jakarta. Ia merupakan pendiri dan pemilik Siomay Senayan dengan beberapa cabang. Di puncak kesuksesannya, Sriyono mampu meraih omzet hingga Rp 2 Miliar pertahun. April 1999 dirinya mengakhiri masa lajang dan menikahi putri seorang polisi. Sayangnya pernikahan ini awal dari kegagalan bisnisnya. Sebab pernikahannya tidak direstui oleh orang tua sang istri. Berbagai macam konflik rumah tangga terus bermunculan sehingga menyita waktu Sriyono dalam mengurus bisnisnya. Manajemen bisnisnya pun akhirnya kolaps. Akhirnya ia terpaksa menjual hak paten Siomay Senayan.

                 Pisah dengan Istri dan Anak Pada 2004 setelah menjalani pernikahan selama empat tahun tujuh bulan dan memiliki dua anak, Sriyono akhirnya bercerai dengan istrinya. Sang istri kemudian membawa kedua putrinya, Peksi Safira Miradalita dan Pramesti Dewi Angelita. Bangkrut dan bercerai, dirinya tidak memiliki apa-apa lagi, dia kemudian menumpang hidup dari masjid ke masjid ataupun halte bus, sebelum kemudian ditampung oleh rekan-rekan bisnisnya. Awal 2010, seorang jamaah masjid yang dia singgahi memberikan dia modal usaha sebesar Rp 1 juta untuk bangkit kembali. Lantas ia kemudian membuka outlet di Pasar Raya Blok M dengan nama “Maestro Siomay Senayan”. Namun usahanya kembali gagal, disebabkan pemilihan lokasi yang tidak strategis. Hingga saat ini dirinya masih memiliki hutang sebesar Rp 13 juta kepada manajemen Pasar Raya. “saya sempat menggelandang selama setahun, pernah tidur di halte busway lalu tinggal di pelataran Masjid Al-Bina Senayan dan dipertemukan dengan salah satu jamaah yang mau memberi saya modal untuk membuka outlet kembali. Namun, itu hanya bertahan 10 bulan saja, karena prospeknya yang kurang bagus,” ungkapnya.

          Selama bulan puasa 2010 Sriyono kembali kepada konsep awal, yakni berjualan siomay menggunakan sepeda dan berpenampilan eksentrik dengan menggunakan atribut serba pink sebagai brand image. Diharapkan dengan berpenampilan eksentrik, dirinya akan dapat menarik perhatian pembeli sekaligus buah hatinya. Saat ditanya kepana berjualan siomay harus dengan pakaian serba pink? Ia menjawab, “warna pink merupakan warna pavorit putri sulung saya. Dan dengan diberitakan oleh media, saya berharap dapat bertemu dengan mereka. Ini salah satu cara yang saya lakukan untuk melampiaskan rasa kangen dan rindu pada putri saya.” 

              Pria asal Klaten, Jawa Tengah ini juga memanfaatkan momentum event yang menarik banyak pengunjung seperti Car Free Day yang berlangsung sebulan sekali di jalan protokol Jakarta. Tidak butuh waktu lama, ia menjadi maskot Car Free Day, “ Semakin banyak orang yang kenal saya, kesempatan untuk bertemu kembali dengan anak saya semakin besar,” katanya. Perjuangan untuk bertemu kembali dengan kedua putrinya tidak mudah. Selama berjualan ia sering diledek sebagai waria yang berjualan siomay pada siang hari dan “buka praktik” pada malam hari. Bertemu Akhirnya usaha Sriyono berpenampilan eksentrik membuahkan hasil. Dirinya mulai menjadi bahan pembicaraan di twitter dan blackberry messenger. Popularitasnya semakin meningkat saat kisahnya dipublikasikan di forum Kaskus. Pada pertengahan Desember 2010, harian bahasa Inggris Ibu Kota, The Jakarta Globe, menampilkan fotonya dengan memakai atribut berwarna pink. 

               Hasilnya pada awal Januari 2011, stasiun televisi TV ONE mempertemukan Sriyono dengan kedua putrinya pada acara “Coffee Break”. “waktu itu, rasa senangnya tak terhingga. Saya bersyukur mereka mengakui saya sebagai bapak, walaupun mereka memiliki ayah tiri warga Inggris kaya,” ujarnya. Berkat penampilannya di televisi, sekarang usahanya meningkat. Dari biasanya hanya Rp 200 ribu perhari, sekarang telah meningkat Rp 1 juta perhari. Pertengahan Januari 2011 seorang pengusaha menawari dirinya membuka franchise Yo Pink di beberapa lokasi di Jakarta. Bahkan adapula yang menawarinya bermain sinetron. Ia berencana meneruskan usahanya berjualan dan membuka warung kecil di Jalan Otto Iskandar Muda, Jakarta. Ia ingin fokus berjualan siomay Yo Pink dan membuat bangga kedua putrinya. “saya akan bangkit demi putri-putri saya,” tuturnya. (erna)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar